Jumat, 12 Juni 2015

jurnal part II karakteristik perkebangan moralitas dan keagamaan remaja serta implikasinya dalam pendidikan



TUGAS MANDIRI
JURNAL
MATA KULIAH        :Perkembangan Perserta Didik
KELAS/SEMESTER :BIOLOGI (A)/2
DOSEN                     :Dr. Muhfahroyin, S.Pd., M. TA.
                                          Siti Nurlaila, S.Psi.M.Psi.
                                          Triana Asih, S.Pd., M.Pd.
OLEH                        :Dwi Yulistiasari
NPM                         :14320008
A.MATERI/TOPIK  :Karakteristik Perkembangan Moralitas dan Keagamaaan Remaja Serta Implikasiinya Dalam Pendidikan
B.JUDUL JURNAL  :MENINGKATKAN MORALITAS REMAJA MELALUI DUKUNGAN SOSIAL
C.ISI JURNAL           :Moralitas mencakup pengertian tentang baik buruknya perbuatan manusia. Hal ini senad dengan pendapat Lorens Bagus8 yang mengatakan bahwa moralitas itu menyangkut kegiatan-kegiatan manusia yang dipandang sebagai baik/buruk,benar/salah, tepat/tidak tepat, atau menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam hubungan dengan orang lain.
Tahap-tahap Perkembangan MoralMenurut Piaget9 perkembangan moral terjadi dalam dua tahap, yaitu tahap realisme moral atau moralitas oleh pembatasan, dan tahap moralitas otonomi. Proses perkembangan moral melewati enam tahap yang terbagi dalam tiga tingkat perkembangan secara umum,10yaitu:
1.      Tingkat Prakonvensional
Pada tingkat ini, individu memandang kebaikan itu identik dengan kepatuhan terhadap otoritas dan menghindari hukuman. Tingkatan moral prakonvensional dalam konteks interaksi antarindividu dengan lingkungan sosialnya ditandai dengan baik dan buruk yang berdasar pada keinginan diri sendiri, benar atau salah dilihat dari akibat-akibat itu, misalnya hukuman,ganjaran. Tingkat ini dibagi menjadi dua tahap yaitu:
a. Tahap orientasi hukum dan kepatuhan. Dalam hal ini, menghindari hukuman dan tunduk pada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Individu menganggap perbuatannya baik apabila ia memperoleh ganjaran dan tidak mendapat hukuman. Hal ini berarti bahwa akibat fisik tindakan menentukan sifat baik dan sifat buruk tindakan itu;
b. Tahap orientasi relativitas–instrumental. Seseorang sudah lebih baik menyadari tentang kebutuhan-kebutuhan pribadi dan keinginan-keinginannya serta bisa bertindak demi orang lain tetapi dengan mengharapkan hubunganantarmanusia kadang-kadang  ditandai relasi timbal balik. Individumenghubungkan apa yang baik dengankepentingan, minat, dan kebutuhan diri sendiri serta ia mengetahui dan membiarkan orang lain melakukan hal yangsama. Individu menganggap sesuatu itu benar apabila kedua belah pihak mendapatkan perlakuan yang sama.
2. Tingkat Konvensional
Individu pada tingkat ini, seseorang memandang bahwa memenuhi harapan-harapan keluarga dan kelompok dianggap sebagai sesuatu yang sangat berharga bagi dirinya sendiri, tidak peduli pada apapun akibat-akibat yang langsung dan yangkelihatan. Sikap ini bukan hanya mau menyesuaikan diri dengan harapan-harapan orang tertentu dan dengan ketertibansosial, sikap ingin loyal, ingin menjaga, dan sikap ingin mengidentifikasikan diri dengan orang-orang atau kelompok yang adadi dalamnya. Ini berarti individu memandang kebaikan identik dengan harapan sosial serta aturan-aturan dalam masyarakat.Tingkat ini meliputi:
a. Tahap kesepakatan antarpribadi. Tindakan seseorang direncanakan untuk mendapatkan penerimaan danpersetujuan sosial agar individu disebut sebagai orang baik, maka individu berusaha dipercaya oleh kelompok,bertingkah laku sesuai dengan tuntutan kelompok dan berusaha memenuhi harapan kelompok;
b. Tahap orientasi hukum dan ketertiban. Tindakan yang benar adalah melakukan kewajiban, menunjukkan rasahormat pada otoritas, mentaati hukum serta memelihara ketertiban sosial yang sudah ada demi ketertiban itu sendiri.Ini berarti bahwa individu percaya bahwa bila orang-orang menerima peraturan yang sesuai dengan seluruhkelompok, maka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu agar terhindar dari kecaman dan ketidak setujuan sosial.Pada tahap ini, loyalitas terhadap orang lain atau kepada kelompok digantikan menjadi loyalitas kepada norma atauhukum.
3. Tingkat Pascakonvensional
Individu pada tingkat ini memiliki usaha yang jelas untuk mengartikan nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip sahih sertadapat dilaksanakan, terlepas dari otoritas kelompok atau yang memegang prinsip-prinsip tersebut. Individu memandangkebaikan sesuai dengan prinsip moral yang universal, yang tidak terkait dengan aturan-aturan setempat atau segolonganmanusia. Tingkat pascakonvensional ditandai dengan prinsip keadilan yang bersifat universal. Tingkat initerbagi atas:
a. Tahap orientasi kontak sosial yang legalitas. Perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam kerangka hak danukuran individu umum yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Ada kemungkinanuntuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial. Individu percaya bahwaperaturan dapat diubah demi kesejahteraan masyarakat. Individu meyakini bahwa harus ada keluwesan dalam -keyakinan moral yang memungkinkan modifikasi dan perubahan standar moral bila diyakini atau terbukti menguntungkan kelompok sebagai suatu keseluruhan. Individu menyadari bahwa hukuman dan kewajiban harus berdasarkan perhitungan rasional, individu juga menyadari bahwa ada perbedaan nilai-nilai di antaraindividu dalam masyarakat;
b. Tahap orientasi prinsip etis yang universal. Orientasi prinsip etis yang universal benar diartikan dengan keputusansuara hati, sesuai dengan prinsip-prinsip etika yang dipilih sendiri, hukum tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting tetapi ada nilai-nilai yang lebih tinggi yaitu prinsip universal mengenai keadilan, pertukaran hak dankeamanan martabat manusia sebagai pribadi.
D.REFLEKSI        :     Berdasarkan isi jurnal diatas  dapat diketahui bahwa masalah pokok yang sangat menonjol sekarang ini adalah kaburnya nilai-nilai dimata generasi muda. Mereka dihadapkan dengan berbagai kontraddiksi dan aneka ragam pengalaman moral yang menyebabkan mereka bingung untuk memilih yang baik . Hal ini tampak jelas pada mereka yang sedang berada pada usia remaja, terutama pada mereka yang hidup dikota-kota besar di Indonesia. Sikap remaja yang mmengejar kemajuan lahirnya tanpa engindahkan nilai-nilai moral yang bersumbr kepada agama yang dianutnya mnyebabkan remaja sekarang kebingungan untuk bergaul.
Adapun faktor-faktor yang menimbulkan gejala-gejala kemrosotan moral dalam masyarakat modern sangat banyak .Yang terpenting yaitu kurang teranamnya jiwa agama dalam hati tiap-tiap orang. Agama dalam kehidupan sehari-hari serinng tidak dilaksanakan, baik oleh individu maupun oleh masyarakat. Moral syang muncul dari agama dan lingkungan sosial remaja memberikan dampak yang baik dan buruk. Tidak semua remaja menerima beegitu saja tentang baik dan buruknya moral yang berdasarkan oleh agama. Agama disini menuntun para remaja untuk bersikap dan bertindak baik dalam lingkungan keluarga, dan masyarakat . Tidak itu juga agama yang sangat menenentuka moralitas seorang remaja.Agama adalah dasar dari seluruh moral dan juga tujuan dari moral. Pemikiran tentang moral datangnya bersama dengan munculnya sifat akhlak baginTuhan
E.KESIMPUAN       :Bedasarkan jurnal diatas tentang Meningkatkan Moralitas Remaja Melalui Dukungan Sosial didapatkan bahwa dukungan sosia juga sangat penting dalam menentukan moralitas remaja . Dukungan sosial dapat diperoleh dari keluarga, masyarakat, sekolah , maupun teaman sebaya. Serta tidak meninggalkan nilai agama untuk menentukan moralitas remaja.Dukungan sosial dan nilai religiusitas remaja sangat diperlukan remaja untuk dapat mengontrol perbuatan atau tngkah laku dari remaja tersebut.Agama sebagai pengontrol untuk remaja dalam bertingkah laku ,dan agar dijauhkan dari tindangan yang mentimpang.

F.KOMENTAR PENGAMPU MATA KULIAH
.............................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................


Metro,20 April 2015
Pengampu 1                                                                           Pengampu 2



SITI NURLAILA, S.Psi., M.Psi.                                  TRIANA ASIH, S.Pd., M.Pd.

                                                            Penulis

                                                     (DWI YULISTIASARI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar